Rabu, 11 Januari 2012

Persoalan sampah yang masih rumit di Ibukota

by : Reskhi / 1112003013
 
Persoalan sampah yang masih rumit di Ibukota
Topik: IDENTITAS NASIONAL

           
Saya mengucap syukur bisa mengenyam pendidikan di ibukota Indonesia tercinta ini. Ya, Jakarta adalah ibukota negara Indonesia. Kota metropolitan yang di dalam nya berisi beragam tipe manusia. Jakarta adalah kota paling ramai di Indonesia. Kota yang “ tak pernah tidur”. Suasana malam disini sama saja dengan siang nya. Sama-sama ramai. Berbeda dengan suasan di kampung yang adem ayem, yang bahkan jam 10 malam pun sudah sepi. Kota ini penuh sesak dengan orang-orang dari berbagai penjuru. Mulai dari Sabang sampai Merauke, berjejal orang dari manapun seakan berkumpul disini. Mulai dari mahasiswa sampai orang-orang berdasi. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang merantau dari berbagai daerah untuk mencari pekerjaan. Mengadu nasib untuk hidup yang lebih baik. Padahal skill itu sangat dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Jika kita hanya mengadu nasib saja kita tidak akan pernah bisa mendapatkannya. Walupun hanya soft skill pun kita wajib membutuhkannya. Banyak pengalaman menyatakan bahwa mereka yang tidak punya skill untuk hidup di Jakarta kebanyakan hanya akan jadi orang yang tak terurus. Perubahan yang sangat drastis pada hidup pun perlu kita perhatikan. Sebagai contohnya adalah saya yang awalnya adalah orang kampung, kini berubah menjadi pelajar metropolitan yang mulai mengenal hal-hal yang baru dalam hidup. Hal-hal yang mungkin amat sangat asing bagi saya yang harus saya terima apa adanya. Kehidupan di Jakarta membuat saya terkejut. Walaupun sering melihat di televisi, akan tetapi melihatnya secara langsung adalah pemandangan yang amat aneh.
            Tinggal di kos-kos an yang harganya sangat wah dan dengan fasilitas yang amat terbatas. Hal itu membuat saya berfikir, memang kehidupan di Jakarta sangatlah keras. Dikarenakan ledakan penduduk yang bermukim di Jakarta amatlah memprihatinkan. Ledakan penduduk akibat migrasi yang kebanyakan dari mereka berasal dari daerah. Data terakhir yang memuat kepadatan penduduk di Indonesia menyatakan tiga kota di Jakarta masuk dalam tiga besar kota di Indonesia yang memepunyai kepadatan penduduk tertinggi. Tiga kota tersebut di antaranya adalah Jakarta Pusat dengan kepadatan 18.569 per km2, Jakrta Barat dengan kepadatan 16.591 km2 , dan Jakarta Sekatan dengan kepadatan 13.733 per Km2 (Wikipedia, 2011). Orang-orang yang menganggur akibat kenekatan mereka yang tanpa pemikiran datang ke Jakarta mengadu nasib. Dan kesenjangan sosial pun menjadi masalah yang amat rumit di Jakarta. Akibat pengangguran tersebut banyak sekali terdapat pemukiman kumuh yang tersebar di Jakarta. Salah satunya adalah daerah tempat yang saya tinggali kini. Banyak rumah-rumah yang hampir tak berjarak. Dan rumah-rumah itupun amat tidak layak untuk di huni. Yang patut di soroti adalah sistem sanitasi yang diterapkan pada rumah-rumah tersebut. Dengan seluran air kotor yang sangat tidak lancar juga kondisi air yang untuk keperluan sehari-hari pun sangat tidak layak untuk di konsumsi. Patut di soroti juga pemukiman kumuh yang ada di tersebar diberbagai penjuru kota Jakarta. Pemukiman tersebut tersebar di berbaga tempat yaitu di kolong jembatan, di pinggir sungai, dan di pinggiran rel-rel kereta. Hal itu mengakibatkan para pemukim tersebut seenaknya membuang sampah di sungai yang mengakibatkan aliran sanitasi di sungai tersebut terganggu. Yang terparah adalah penumpukan sampah yang ada di rel-rel kereta api yang mencapai ratusan ton yang dapat mengganggu lalu lintas kereta api. Akibat yang lebih kompleks adalah peningkatan volume sampah Jakarta yang sangat tinggi. Volume sampah di Jakarta saat ini mencapai kapasitas 6000 ton perhari  (Bisnis, 2011). Akan tetapi hal itu tidak di imbangi dengan fasilitas yang yang memadai. Sekitar 40 % dari total truk pengangkut sampah di Jakarta sudah tak layak untuk digunakan dan alat pengolah sampah yang masih belum berkembang luas. Di tambah lagi soal keterbatasan personel yang dihadapi, karena 50 persen PNS Dinas Kebersihan DKI Jakarta memasuki masa pensiun pada akhir tahun 2014 mendatang  (Beritajakarta, 2011). Fasilitas yang di sediakan oleh pemerintah pun amat sangat kurang, hal ini bertentangan dengan Pasal 5 UU No 18 tentang pengelolaan sampah “Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjaminterselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan(Menlh, 2008)

            Menanggapi permasalahan yang ada di Jakarta ini seharusnya kita lebih peduli terhadap lingkungan yang ada di sekitar kita. Dimulai dari kita sendiri kita harus meanamkan rasa cinta kebersihan. Di mulai dari kita sendiri, kita bisa melakukanya dengan membuang sampah secara teratur. Pemeliharaan sanitasi rumah tangga yang tergolong tidak terlalu rumit bisa kita lakukan. Sebagai seorang yang peduli terhadap bangsa dan negara kita wajib melakukanya. Apalagi yang kita hadapi ini adalah permasalahan sangat kompleks yang kita hadapi di ibukota negara ini. Ibukota yang mencerminkan indentitas suatu negara. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal sangat ramah.Bangsa yang besar yang memilki etika yang kuat. Bangsa yang mau memenuhi hubungan dengan lingkungan dan sosial. Jakarta adalah salah satu dari indentitas tersebut. Sangat tak wajar bila ibukota suatu negara mempunyai tatanan kota yang amat sangat memprihatinkan. Dengan adanya masalah kompleks diatas kita semua lah yang akan memecahkanya. Bukan hanya Dinas kebersihan akan tetapi mulai dari kita sendiri. Kita harus bersatu, dan harus mempunyai hubungan sosial antara yang satu dengan yang lainya. Hubungan antara masyarakat dangan pemerintahan yang akan membentuk kita menjadi negara yang kuat dan sejahtera. Kerjasama dalam pengelolaan sampah pun bisa jadi suatu bentuk kita membangun negeri ini.
            “Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.” (Pasal 5 UU No 18 tentang Pengelolaan sampah) (Menlh, 2008). Meskipun pemerintah punya andil dalam pengelolaan, kita juga punya hak untuk ikut terjun ke dalamnya demi   mewujudkan tujuan kita untuk membangun negeri Indonesia.
            “Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.” (Pasal 12 ayat 1 UU No 18 tentang Pengelolaan sampah.(Menlh, 2008)
            “Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah” (Pasal 11 ayat 1b UU No 18 tentang Pengelolaan sampah)(Menlh, 2008).
            Pengelolaan ini dapat juga dilakukan di tingkat masyarakat kecil. Dengan membuang sampah secara teraratur, memisahkan sampah organik dan anorganik dan pengelolaan secara teratur. Pemerintah juga punya hal untuk mensosialisasikan program-program kebersihan yang kepada masyarakat. Kita harus mendukung program positif yang datang dari pemerintah. Guna melengkapi kemerdekaan yang kita raih dan mencapai indonesia yang sejahtera.

Referensi

1.      Megapolitan.kompas.com. (2011). Gila,  Sampah  Jakarta  600.000  Ton Sehari. [online] Available from: http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/16/09091187/gila.sampah.jakarta.600.000.ton.sehari     [Accessed at : 14 Oktober 2011]

2.      Beritajakarta.com. (2011) 40% Armada Angkutan Sampah Tak Layak Jalan [online] Available from: http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=46638    [Accessed at : 14 Oktober 2011]

3.      Bisnis.com. Sampah Di DKI Jakarta 6.000 Ton Sehari. [online] Available from: http://www.bisnis.com/articles/sampah-di-dki-jakarta-6-dot-000-ton-sehari 

[Accessed at : 14 Oktober 2011]

4.      menlh.go.id. (2008) UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah  [online] Available from : http://www.menlh.go.id/adipura/peraturan/UU_no18_th2008_ttg_pengelolaan_sampah.pdf [Accessed at : 14 Oktober 2011]



Pengamalan Pancasila

 
Pengamalan Pancasila
TOPIK: Pancasila sebagai Sistem Filsafat dan Sistem Etika

Indonesia adalah negara terdiri dari ribuan pulau dan memiliki keanekaragaman adat istiadat dan budaya. Dilihat dari segi geografis Indonesia adalah negara yang luas. Ribuan pulau memebentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia juga mempunyai berbagai suku dan budaya dari berbagai etnik yang tersebar  di seluruh pelosok negeri. Hal itu menunjukan suatu kekayaan dan kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia. Keanekaragaman ini perlu dijaga dengan adanya persatuan dan kesatuan antar sesema. Akan tetap dimasa ini adalah masa yang sulit. Mulai timbul berbagai masalah yang membelit negeri ini. Masalah demi masalah yang menimpa bangsa ini, tak luput dari kesalahan dan keegoisan masyarakatnya. Cobalah melihat lebih seksama perilaku amoral yang terjadi dan tindak pidana yang marak juga penyelewengan hak-hak dan kewajiaban sudah biasa dilakukan. Mulai dari masyarakat kecil sampai pejabat pemerintahan. Itu semata-mata dilakukan demi kepentingan pribadi. Kondisi bangsa saat ini dorasakan jauh dari pencerminan norma-norma Pancasila. Segala konflik yang terjadi tidak mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia. Mulai dari masalah agama, hak asasi manusia, perekonomian, persatuan, dan degradasi moral melanda bangsa ini secara bersamaan. Masalah agama missalnya, penodaan agama yang berupa munculnya aliran sesat dan sangat berbahaya sampai-sampai mengikis moral dan iman bangsa ini. Perekoomian bangsa ini pun sangat mengkhwatirkan, harga-harga sembako dan barang kebutuhan pokok amat sangat jauh dari jangkauan masyarakat kecil, apalagi dari golongan yang mempunyai tingkat ekonomi rendah. Hal lain yang menjadi perhatian kita adalah pertikaian antar sesama golongan, mereka mementingkan kepentingan golongan sendiri daripada persatuan bangsa. Disaat Indonesia membutuhkan solidaritas dan persatuan hingga skap gotong royong, justru saat ini pertikaianlah yang terjadi. Dan yang paling parah adalah masalah korupsi yang menjamur di negeri ini seolah hal itu bagaiakan suatu kebiasaan yang wajar. Masalah-masalah tersebut adalah hanya sebagian dari konflik yang dihadapi bangsa ini. Amat sangat ironis jika dibandingkan dengan umur negara ini yang sudah merdeka lebih dari setengah abad. Dengan umur yang setua ini seharusnya Indonesia menjadi negara yang kuat dan sejahtera. Masalah-masalah diatas tercermin akibat kurangnya pengamalan dari dasar negara ini yaitu Pancasila. Nilai-nilai moral yang terkikis habis dan tak tersisa. Pemahaman Pancasila yang kurang berakibat fatal pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila adalah lambang dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia (Wikipedia,2011). Pemahaman dari Pancasila sendiri adalah merupakan suatu dasar yang memuat berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
                Sila pertama di Indonesia menunjukan bahwa Indonesia adalah negara yang beragama. Menganut asas beragama yang bebas dan menjunjung tinggi rasa keimanan. Menunjukan keyakinan terhadap keberadaan Tuhan dan hal ini merupakan titik sentral dari pemijiran Pancasila (Yasni,2010;154). Bila kita memperhatikan sejenak kebebasan beragama sangat di anjurkan. Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”, di Indonesia menganut kebebasan beragama tanpa ada paksaan dari siapapun. Akan tetapi kebebasan tersebut di salah artikan dengan berbagai tindakan penodaan agama. Banyaknya aliran sesat yang timbul dan menjamur di Indonesia adalah bentuk penodaan terhadap agama. Sebagai contoh adalah muncul para nabi palsu. Ahmad Moshaddeq dari Betawi (Jakarta) yang dari mengaku dirinya nabi dan mengganti Syahadat Rasul menjadi (eramuslim,2011)”. Dan banyak lagi adalah munculnya ajaran-ajaran agama baru yang sangat membahayakan kestabilan pertahanan negara. Ancaman dari teroris yang terus berdatangan dan maraknya bom bunuh diri yang berkedok jihad telah membutakan sebagian orang yang terjerumus kedalam ajaran yang menyimpang dari agama. Ketentuan agama seakan tak dihiraukan. Banyak partai berkedok agama yang telah berdiri untuk memenangkan suatu kekuasaan.
                Sila kedua menunjukan bahwa di Indonesia adalah negara yang bermoral dan berakhlak. Menunjukan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna pada dasarnya juga makhluk yang adil dan beradab(Yasni,2010;154). Pengamalannya antara lain menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memperlakukan antar sesama secara adil dan tidak membeda-bedakan golongan. Tidak semata-mata mementingkan kepentingan pribadi yang dapat berakibat fatal seperti perpecahan.
Sila ketiga adalah sila yang sangat berpengaruh karena di Indonesia terdiri dari ribuan suku, budaya, golongan dan bahasa. Persatuan dan kesatuan sangat dibutuhkan untuk menjaga negara Indonesia tetap utuh. “Menunjukan manusia harus berjuang mendapatkan  ridha Tuhan harus bersatu dalam melakukan kewajibanya untuk memanfaatkan dan melestarikan alam bersama makhluk lainya agar dapat hidup rukun dan damai(Yasni,2010;154).”  Apabila persatuan di Indonesia lemah, pertikain pun sangat mungkin terjadi dan berpengaruh pada kestabilan negara. Ironisnya di Indonesia seakan tidak berlaku melihat keadaan yang terjadi seperti terlalu banayaknya partai yang berdiri. Tidakkah cukup dalam satu negara hanya terdapat kurang dari sepuluh partai. Di Amerikan saja, yang terkenal dangan negara “super power” hanya terdiri kurang dari lima partai. Terlalu banyak partai yang berdiri dapat menimbulkan perpecahan karena kebanyakan partai di jaman sekarang hanya mementingakan kepentingan pribadi dan hanya memburu kekuasaan.
Sila keempat mengandung unsur permusyawartan. Seperti pemecahan masalah secara bersama.”Menunjukan manusia bertuhan dan beradab yang menginginkan persatuan, harus menyadari bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda, sehingga sekecil apapun perbedaan yang muncul diselesaikan dengan musyawarah guna menjaga kelangsungan hidup bersama (Yasni,2010;155).” Apabila masalah diselesaikan dengan musyawarah akan menghasikan solusi yang dapat diterima semua unsur yang bersangkutan. Kurangnya permusyawaratan mengakibatan kericuhan dan tak jarang di Indonesia sendiri sering terjadi kericuhan dalam sidang. Sebagai contohnya adalah kericuhan sidang DPR yang berujung pada baku hantam. Tentunya sebagai bangsa Idonesia, bangsa yang beradab kita tak sepantasnya bertindak sesuai pemikiran egois yang mencemarkan nama baik bangsa dan negara di mata dunia.
Sila kelima menunjukan bahwa dalam setiap musyawarah harus dihasilkan keputusan yang adil. Tak memberatkan sebagian pihak dan dapat diterima. “Menunjukan bahwa keputusan yang adil suatu musyawarah harus memberikan kepastian adanya keadilan bagi semua pihak(Yasni,2010;155).” Dalam sebuah negara pasti terdapat seorang pemimpin. Dan sang pemimpin tersebut harusnya bersikap adil guna menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat.
Pengamalan dari sila-sila dapat menjadi dasar yang kuat dan harus ditanamkan sejak dini sebagai pokok untuk menuju Indonesia yang makmur dan sejahtera. Karena saat ini krisis yang melanda sudah terlalu banayak, dan nilai-nilai Pancasila pun seakan memudar. Maka dari itulah kita sebagai generasi penerus bangsa wajab mangamalkan nilai yang ada dan menjaganya agar tetap abadi.

REFERENSI :
Yasni, Sedarwati. (2010). Citizenship. Bogor. Penerbit Media Aksara

Wikipedia.com. (2011). Pancasila . [online] Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila      [Accessed at : 22 Oktober 2011]
Eramuslim.com. (2011). Suburnya Aliran Sesat di Indonesia. [online] Available from: http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/suburnya-aliran-sesat-di-indonesia.htm     [Accessed at : 22 Oktober 2011]

Ketidakseimbangan hak dan kewajiban

by : Reskhi
 
Ketidakseimbangan hak dan kewajiban
Topik : Hak Asasi Manusia
Manusia hidup berdampingan dengan manusia lain. Rasa saling hormat, tenggang rasa, dan kekeluargaan sangat erat dibutuhkan untuk menjalin hubungan antar sesama manusia. Mereka hidup berdampingan dengan yang lain, mereka bersimbiosis dan bersosial untuk melanjutkan hidup. Rasa tenggang rasa memberikan mereka kekuatan untuk saling membantu, rasa hormat memberikan mereka rasa untuk terus berkembang dan berpartisipasi dalam hidup dan rasa kekeluargaan memberi memberi motivasi untuk terus hidup berdampingan. Maka dari itulah manusia mempunyai hak dan kewajiban antar sesame manusia lain. Kewajiaban itu dapat berupa sesuatu yang dilakukan untuk bisa menjaga keharmonisan hubungan satu dengan yang lain. Kewajiban yang wajib dijalankan setiap manusia, dengan adanya kewajiiban itu mausia bisa menghormati hak-hak yang dimiliki manusia lain. Setiap manusia mempunyai hak-hak yang tidak semua bisa dipenuhi. Akan tetapi menghormati hak-hak yang dimiliki setiap orang merupakan suatu kewajiban tersendiri sebagai seorang insan manusia. Penghormatan dan pengakuan hak setiap manusia memiliki bobot yang sama. Dengan perlakuan yang sama itulah manusia telah melakukan salh satu kewajibannya yang amat sangat berperan penting untuk hidup berdampingan dengan harmonis. Kerena ham adalah sesuatu yang tidak terlau kompleks untuk dihormati, dan juga tidak terlalu sederhana untuk diabaikan. Dan ham mununtut kita untuk terus bersosialisasi dengan sesama juga menjadi acuan untuk berkembang dan bermusyawarah.  Dengan begitu kita bisa menghormati hak asasi orang lain. Manusia hidup dalm suatu negara dan menjadi warga negara. Kita sebagai warga negara Indonesia mempunyai sebuah aturan untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yaitu seperti yang tertera pada UUD 1945 pasal 27 ayat 1 :
            “segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintah, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada keculainya” (Yasni,2010,242)
            Hak asasi mempunyai nilai yang tak terhingga. Mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan manusia. Mempunyai peran yang sangat penting demi menjaga keharmonisan kehidupan manusia. Dengan kata lain HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hokum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (Ubaedillah,Abdul Rozak,2011,132)
            Akan tetapi dewasa ini banyak terjadi pelanggaran hak asasi yang menjamur di seluruh negeri. Hak asasi seolah-olah menjadi hal yang tidak diperhatikan. Mementingkan kepentingan sendiri dan golongan sangatlah wajar terjadi di negeri ini. Seolah-olah hak asasi di batasi dan hanya layak untuk orang-orang tertentu. Pelanggaan hak asasi inilah yang memicu ketidak harmonisan hubungan antar sesama manusia. pelanggaran hak asasi di negari ini tidak selalu menjadi beban yang memberatkan negara tetapi juga menjadi beban yang harus ditanggung oleh setiap warga negara. Pelanggaran hak asasi menjadi masalah pokok yang ada di negeri ini. Seperti kejadian empat abad yang lalu. Penjajahan yang di alami negeri ini sangat menurunkan mental dan pendidikan golongan pribumi juga mengakibatkan penderitaan yang amat mendalam yang terukir dalam sejarah nasional. Dengan bebagai jalan yang ditempuh untuk mencapai kemerdekaan dan segala pengorbanan baik fisik maupun mental yang di lakukan oleh pahlawan yang gugur seolah-olah menjadi hal yang sia-sia saat ini. Kemerdekaan yang diraiah tidak dipertahankan akan tetapi malah disia-siakan dan dengan umur kemerdekaan yang tergolong tua yaitu lebih dari  setengah abad kita seharusnya menjadi negara yang maju melebihi negara tetangga. Pemahaman dan penghormatan akan hak asasi yang kurang mengakibatkan keterpurukan kondisi penegakkan hak asasi di negeri ini. Pembelian hak asasi oleh orang berkedudukan tinggi dan oleh orang kaya yang tidak bertanggung jawab menyababkan semakin terpuruknya penegakkan hak asasi manusia.  
            Pemerintah pun kebanyakan seolah-olah tak melihat apa yang sedang terjadi di negeri ini. Korupsi yang meraja lela dan politik uang dimana-mana. Sebagai contoh bahkan sampai di dunia  sepak bola negeri ini yang seharusnya menjadi kebebasan untuk membela tim kebanggaan merah putih pun dibatasi dengan alasan yang tidak masuk akal. Membela tim yang tidak masuk liga yang resmi yang terdafar dalam asosiasi sepakbola nasional dilarang untuk mebela tim merah putih. Padahal mereka itu adalah orang yang berkualitas, anak-anak emas yang memiliki talenta untuk terus berkembang memajukan kualitas sepakbola negeri ini. Pembatasan itu sendiri adalah bisa bedampak bagi perkembangan kualitas tim. Apabila pemain yang bertalenta saja tidak diperbolehkan berpartisipasi sedangkan pemain manakah yang akan masuk tim.  
            Keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban di negeri ini juga sangat memprihatinkan. Setiap warga negara wajib membayar pajak yang disesuaikan dan ditetapkan oleh pemerintah. Dengan jumlah penduduk yang tergolong banyak seharusnya pajak yang diperoleh mampu membiayai pembangunan di negeri ini di sektor manapun baik pembangunan, pendidikan, dan bahkan kesehatan. Akan tetapi fasilitas yang diberikan pemerintah jauh dari target. Korupsi dana dari pajak amat sangat memperihatinkan. Dan mengakibatkan setiap warga tak mendapat haknya. Bagaiman bisa penduduk dituntut untuk membayar pajak akan tetapi mereka tidak mendapat imbal balik yang setimpal.         
Kasus pelanggaran ham asasi manusia pun dinilai masih minim dalam tingkat penyelesian kasus. Lambatnya penanganan pemerintah dalam penyelesian kasus memicu untuk timbulnya kasus baru dan penumpukan kasus yang seharusnya bisa diselesaikan. Pelanggaran hak asasi yang marak dijumpai bahkan menjadi sebuah “rutinitas” bangsa. Sebagai contoh adalah kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir yang sampai saat ini belum menemui titik temu. Padahal terhitung tujuh tahun yang lalu kasus tersebut telah terjadi.
Mengingat negara ini bukan negara yang sembarangan. Negara yang didapatkan dengan susuh payah. Pengorbanan yang dilakukan demi tercapainya kemerdekaan. Dengan tercapainya kemerdekaan maka tercapainya cita-cita bangsa dan mendapatkan hak-hak yang sudah sepantasnya kita miliki. Menjaga kedaulatan negara tidak hanya dengan membela negara akan tetapi menjaga kualitas kita sebagai warga negara yang baik dan menjunjung tinggi nilai moral yang terkandung dalam Pancasila, sebuah dasar yang menguatkan kita akan kepribadian bangsa yang kuat dan mandiri juga sebagai pedoman untuk hidup dalam perdamaian yang abadi.
            Peran penegakan hak asasi manusia adalah tugas semua warga negara. Dengan membangun kesadaran akan pentingnya hak asasi kita bisa meringankan bebab antar sesama yang hak dan kewajibannya terampas. Penanaman pentingnya penghormatan atas hak asasi harus dilakukan sejak dini, tak hanya sebuah teori belaka yang di ajarkan akan tetapi praktek yang konstan dan terus menerus dilakukan akan menimbulkan suatu kebiasaan baik dalam beretika antar sesama. Peran serta masyarakat inilah yang sangat berperan penting demi tercapainya negara yang adil.  
Referensi :
Yasni, Sedarnawati. (2010). Citizenship. Bogor. Penerbit Media Aksara
Ubaedillah A., Abdul Rozak. (2011). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Prenada Media Group

MERDEKA YANG TERJAJAH


by : / 1112003038

Indonesia telah merdeka 66 tahun lalu. Sungguh anugrah Tuhan Yang Maha Esa,  Negara ini sudah kaya akan sumber daya alam, kaya akan budaya, kaya akan laut dan wilayah, merdeka pula! Tapi mengapa? Mengapa sampai saat ini Indonesia saat ini  seakan akan belum merdeka? Indonesia masih terjajah. Terjajah oleh bangsanya sendiri, terjajah oleh kita!

Hal ini benar mengingat Negara kita seakan kehilangan identitasnya. Tak ada lagi orangtua yang menamai anaknya ‘sutrisno’ melainkan ‘james’, tak ada lagi anak kecil yang bermain ‘congklak’ melainkan ‘playstation’, tak ada lagi generasi muda yang memainkan tari daerah melainkan modern dance, dan masih banyak contoh lain. Bahkan Indonesia sebagai Negara yang menjujung tinggi budaya timur kini mulai mengedarkan film-film karya anak bangsa yang mengekspos adegan yang dulu ‘katanya’ tidak senonoh.

Di era 1990an,  ‘telenovela’  sedang populer. Seakan mengekor kesuksesan telenovela, Indonesia pun menyajikan ‘sinetron’ yang alur ceritanya pun mengikuti konsep serial dari Amerika Latin itu. Bahkan ‘sinetron’ menjadi ‘santapan’ wajib bagi ibu-ibu di malam hari. Popularitas sinetron begitu marak bahkan menenggelamkan popularitas serial TV aliran Indonesia seperti Keluarga Cemara,  Wiro Sableng, dan Si butadari Goa hantu.

Kemudian,  diawal 2000-an  Indonesia marak dengan budaya mandarin yang dibawa oleh Meteor Garden. Maka tersebarlah segala film-film berlatar belakang tionghoa dan semacamnya. Sampai akhirnya saat ini Indonesia tengah marak dengan budaya  Korea. Bahkan di Indonesia mulai banyak bermunculan boy band dan girl band lokal yang konsep music maupun gaya berpakaian mengikuti aliran negeri ginseng tersebut.

 Sejauh penjabaran ini, tampak sekali bahwa bangsa kita selalu menenggelamkan dirinya sendiri di dalam lautan budaya Negara lain.  Seakan tidak percaya diri dengan kebudayaan yang kita miliki,  kita buang jauh-jauh kebaya, keroncong, bahkan logat daerah kita sendiri.

Segitu inginnya pemuda Indonesia diterima masyarakat global, kita melupakan apa yang ditanamkan di hati para pahlawan. Yaitu, nasionalisme. Nasionalisme adalah situasi kejiwaan dari kesetiaan seseorang secara total yang diabdikan langsung kepada Negara bangsa atas nama sebuah bangsa (Yasni, 2009:30). Dalam pelaksanaannya, wujud kesetiaan dan pengabdian pada suatu Negara adalah dengan menumbuhkan rasa bangga akan identitas nasional Negara itu sendiri.

Nah, ketika membahas tentang identitas nasional, tentu kita tahu bahwa hal tersebut adalah salah satu komponen penting yang harus dimiliki suatu bangsa. Kenapa identitas nasional dianggap penting? Menurut Koenta Wibisono,  “identitas nasional merupakan suatu manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas dan dengan khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.”   Teori ini jelas sekali menyatakan bahwa dengan adanya identitas nasional, suatu bangsa mempunyai ciri khas masing-masing yang  dapat membedakan bangsa satu dengan bangsa lainnya. Jika saja kita tidak mengindahkan identitas nasional kita, ‘Indonesia’ hanya ‘Indonesia’. Hanya akan menjadi sebuah sebutan saja karena isinya sama dengan Amerika atau Korea.

Kita sebagai bangsa Indonesia sesungguhnya ‘Merdeka’ menyaring budaya luar yang masuk ke Negara kita. Akan tetapi, karena tak pandai menyaring kita malah jadi ‘terjajah’  oleh budaya luar itu sendiri. Pada awalnya kita seakan ‘merdeka’ ketika budaya luar merasuki kita. Akan tetapi ketika budaya kita sendiri yang kita lupakan dirampas oleh Negara lain kita malah berkoar-koar tidak terima seakan merasa ‘terjajah’. Inilah yang saya sebut sebagai ‘Merdeka yang Terjajah’. Inilah wajah bangsa kita sejauh ini. Tragis.

 Mulai dari sekarang, apa salahnya kita sebagai calon pemimpin bangsa mulai intropeksi diri. Terbuka oleh budaya luar itu sah saja, tapi jangan lupakan dari mana kita berasal. Mulailah dari hal dasar dulu. Indonesia terkenal dengan ramah tamah, sopan santun, serta masyarakatnya yang  menjunjung tinggi budaya timur. Maka dari itu mulailah dari sekarang hindari perbuatan yang bertolak belakang dari aspek-aspek tersebut. Contohnya seperti tawuran, membiarkan lansia berdiri di angkutan umum sedangkan kita duduk,  dan seks bebas.

 Hal tersebut memang sekilas tak kasat mata, tapi sebenarnya apa yang kita lakukan  di kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat itu menunjukkan identitas nasional kita. Karena sebenarnya akal budi merupakan salah satu unsure pembentukan identitas nasional.

Langkah yang paling awal dalam membentuk suatu perubahan adalah memang diri sendiri. Setelah itu, ada baiknya kita menghindari budaya luar yang dianggap negatif oleh kacamata Indonesia. Misalkan saja dengan menghindari film-film horror porno yang belakangan ini marak di Indonesia. Karena sesungguhnya yang membuat film-film itu beredar luas di Indonesia adalah peminat dari film-film tersebut yang banyak.

Setelah itu, ada baiknya ketika weekend kita sekali-sekali absen dari aktivitas shopping di mal dengan mendatangi tempat-tempat bersejarah. Seperti ke museum, candi-candi, dan makam pahlawan. Karena, mempelajari sejarah dengan mendatangi lokasinya secara langsung merupakan metode yang cukup manjur untuk memahami bahkan ikut merasakan atmosfir sejarah tersebut. Mempelajari sejarah merupakan salah satu metode yang tepat dalam menumbuhkan identitas nasional kita. Karena menurut Rudolfo de la Garza, ia menyatakan bahwa national history merupakan salah satu bagian terpenting dalam komponen identitas nasional. Keduanya terhubung sangat erat. Jadi,  bisa dikatakan kalau sejarah merupakan jembatan penghubung  yang menghubungkan jiwa kita dengan segala estetika budaya Indonesia yang sempat kita lupakan.

Kemudian, jika ada waktu bersantai mari sejenak kita lepaskan mata kita dari pengaruh buruk sinar televisi, laptop, atau layar bioskop dengan menonton pertunjukan wayang, tari daerah, atauteater. Selain dapat melepas stress dan merilekskan tubuh, aktivitas ini dapat menumbuhkan rasa cinta pada budaya Indonesia. Bahkan ketika kita merantau ke negeri manapun kita bisa saja merindukan pertunjukan ini karena kita akan jarang menjumpainya ketika kita berada di Amerika, China, Korea, dan di tempat-tempat yang ‘bukan Indonesia’. Rasa rindu muncul karena mencintai. Rasa cinta inilah yang mengantarkan kita menjadi the real Indonesian. Dan ketika kita sampai pada titik ini, maka selamat! Kita benar-benar menjadi apa yang para pahlawan kita inginkan. Mereka mati untuk mempertahankan ini. Untuk mempertahankan cinta pada Indonesia.

Untuk anak bangsa, kedepannya kita harus menonjolkan karakter kita yang sesungguhnya. Jangan mau lagi dijajah. Jangan mau lagi berkarya di dalam lautan budaya Negara lain. Berkaryalah kita dengan ‘wujud’ kita yang sesungguhnya. Berkaryalah dengan tari saman dari  Aceh, bermusiklah dan mainkanlah panggung sandiwara khas Indonesia. Dengan begitu ketika para American, British, atauJapanese melihat karya kita, mereka akan langsung sadar bahwa karya itu milik anak Indonesia. Mari kawan kita lepaskan topeng Amerika ataupun Korea kita, berkaryalah dengan wajah kita sendiri. Yaitu wajah Indonesia.



Source :

1.      Yasni, Sedarwati. (2010). Citizenship. Bogor. Penerbit Media Aksara
2.      gunadarma.ac.id. (online).Identitas Nasional. Available from: www.arynatalina.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/.../Identitas+Nasional.ppt  [accessed at: 20 October 2011]                              
3.      binsangadjitar.wordpress.com. (online). Identitas nasional. Available from: www.binsangadjitar.wordpress.com [accessed at: 20 October 2011]
4.      youtube.com. (online). National Identity for Rudolfo de la Garza . Available from: www.youtube.com [accessed at: 20 October 2011]                              




HAM : Hak Asasi Mereka

 by : / 1112003038

Hak asasi manusia atau yang sering disebut HAM adalah hak dari Tuhan Yang Maha Esa yang kita bawa sejak kita lahir ke dunia ini. Menurut Jhon Locke, Hak asasi manusia adalah hak-hak yang langsung diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifat yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. Dari pemaparan di atas, tentunya diharapkan Hak Asasi Manusia dapat membuat manusia saling menghargai hak hidupnya satu sama lain. Hak asasi manusia bersifat global. Entah di negara liberal seperti Amerika, negara Komunis seperti di China, ataupun negara demokrasi seperti di Indonesia, setiap negara wajib memberlakukan hak asasi pada negaranya.

          Menerapkan HAM tidak semudah yang kita kira. Karena sampai saat ini masih banyak manusia yang tidak mengindahkan hak asasi manusia lainnya. Statement ini bukan hanya isapan jempol belaka karena sudah banyak contoh pelanggaran HAM mulai dari hal yang kecil sampai hal yang besar. Contoh besar tentu kita semua tahu. Karena Indonesia adalah ‘gudangnya’ para pelaku maupun korban pelanggaran HAM. Indonesia adalah visualisasi 3 Dimensi yang paling nyata jika menggambarkan ketidakadilan. Mulai dari para koruptor hingga TKI yang menjadi korban ditempat ia bekerja, semuanya menghiasi wajah Indonesia.
Koruptor yang terkena ‘candu’ dari ‘ekstasi’ terkuat yang bernama korupsi adalah salah satu pemegang peran sebagai pelanggar HAM, sedangkan TKI yang teraniaya adalah salah satu pemegang peran sebagai korban. Dari 2 pemeran ini saja terlihat sekali bahwa HAM berpihak pada siapa. Walau bukan manusia, tapi HAM bukan juga tuhan. HAM bisa berpihak seperti manusia tapi HAM tidak bisa memilih orang yang tepat untuk berpihak bagai tuhan. HAM adalah sebuah komitmen yang disetujui oleh manusia sendiri dan manusia pula lah yang harus berjuang untuk mendapatkan HAMnya masing-masing. Dalam masalah ini kenapa HAM seolah-olah memihak pada para koruptor ketimbang pada masyarakat miskin yang melarat entah sampai kapan? Itu karena mereka tidak memperjuangkan HAM mereka segigih yang dilakukan para koruptor. Sadarlah kawan, HAM itu bukan mantra ajaib. HAM sama seperti nasib baik, yang bila dikejar kita akan mendapatkannya. HAM sama seperti nilai A+, yang bila kita belajar sungguh-sungguh kita akan mendapatkannya.
         
            Intinya HAM kita harus kita perjuangkan sendiri. Karena jika tidak, HAM akan menjadi HAM saja. HAM hanya akan menjadi Hak Asasi Mereka yang koruptor, pelaku penganiayaan, dan sebagainya.
Contoh kecil dari pelanggaran HAM dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari yaitu salah satunya adalah ketika ketika kita harus menghirup asap rokok milik orang lain di tempat umum. Padahal kita sebagai manusia punya hak asasi untuk menghirup udara bersih, lantas masih saja ada orang-orang yang suka ‘menyebarkan’ asap rokok mereka sembarangan. Coba saja kita hitung intensitas kita bertemu perokok dan harus ikut-ikut ‘menanggung’ penyakit mereka, mulai dari menunggu angkutan umum di halte, di dalam angkutan umum, bahkan di tempat makan.

             Namun kadang untuk menegur mereka, masih saja ada yang ragu-ragu atau takut dengan berdalih dengan rasa toleransi. Tanpa kita sadari kita sama saja terus - terusan memberikan toleransi pada para perokok dengan paru-paru kita sebagai korbannya. Sedangkan menurut pengamat kesehatan, dr.DidikPrasetyo, dampak negatif yang diterima perokok pasif juga sangat besar namun seringkali hal ini terabaikan karena dianggap sebagai masalah yang sepele. "Yang perlu di perhatikan publik sekarang, dampak buruk merokok bukan saja dialami perokok aktif saja. Tapi, juga perokok pasif. Ini yang kadang diabaikan dan tidak disadari oleh masyarakat. Perokok pasif yang terkena dampak buruk." Tuturnya. Bahkan menurut Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, ”sebanyak 25 persen zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ketubuh perokok, sedangkan 75 persennya beredar di udara bebas yang berisiko masuk ketubuh orang di sekelilingnya.”
             
             Menurut paragraf di atas yang menuturkan tentang bahayanya menjadi perokok pasif tentu membuat kita bergidik ngeri. Bahkan risiko yang ditanggung oleh perokok pasif 3 kali lebih banyak dari perokok aktif itu sendiri. Nah, sampai sejauh ini tentu kita punya gambaran tentang bagaimana kita mengacuhkan hak asasi kita selama ini. Untuk kedepannya, kita harus menegur seseorang yang merokok di dekat kita terlebih lagi jika orang tersebut merokok di tempat yang jelas – jelas bebas asap rokok. Beberapa dari kita memilih diam ketika menghirup asap rokok milik orang lain adalah mungkin karena ia menghindari adanya permasalahan atau takut menyinggung si perokok dan itu tidak disalahkan. Namun kita bisa mengenakan masker sebagai penggantinya. Setidaknya, masker dapat mengurangi banyaknya asap yang masuk kedalam tubuh kita. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perjuangan kita terhadap hak asasi kita sendiri agar hak asasi kita tidak menjadi hak asasi mereka yang perokok.

             Sebenarnya banyak sekali contoh kelalaian dalam penerapan HAM di Indonesia. Akan tetapi 2 contoh diatas merupakan perwakilan dari kasus besar yang menjadi ’wabah’ di Indonesia, yaitu korupsi, dan kasus yang kita alami dalam kehidupan sehari – hari.
Di zaman yang serba kacau balau seperti zaman sekarang, kita tidak bisa lagi bergantung pada pemerintah seutuhnya. Apalagi jika menyangkut hal yang berdampak langsung pada diri kita, contohnya seperti perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) kita masing – masing. Indonesia sudah lama sekali merdeka. Merdeka itu dalam bahasa inggris independent dan independent itu bisa berarti mandiri. Jadi, kata merdeka erat hubungannya dengan kata mandiri. Sebagai bangsa yang negaranya telah merdeka selama 66 tahun, tentu kita pun harus merdeka pula. Kita harus mandiri dalam memperjuangkan hak asasi kita. Janganlah terus – terusan bergantung pada pemerintah saja dan berkeluh kesah menyalahkan pemerintah jika merasa hak asasi kita terdzalimi tanpa melakukan perjuangan apapun sebelumnya karena dalam masalah ini, kitalah pemeran utamanya.

               Dalam memperjuangkan hak asasi juga dibutuhkan adanya pengontrolan. Kita harus benar – benar memilah mana yang hak asasi kita dan mana yang bukan. Jangan karena sibuk memperjuangkan hak asasi, kita tidak benar – benar memahami hak asasi kita dan kita menjadi bagian dari pelaku pelanggaran HAM seperti koruptor, penganiaya, dan sebagainya. Jangan sampai itu terjadi. Sesungguhnya para pelaku pelanggar HAM tidak benar – benar memperjuangkan hak asasi mereka sendiri karena mereka mengambil hak asasi orang lain dan mengklaim bahwa hak itu adalah hak mereka. Otak dan hati mereka tertutup oleh ketamakan. Maka dari itu sebagai bangsa yang cerdas, kita harus mengontrol diri kita dengan akhlak dan ilmu agar terbebas dari ketamakan.






Source :
1.       Ubaedillah, A. (2000). Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta. Kencana Prenada Media Group
2.       dinkesn.com. (online). Perokok Pasif Juga Berisiko. Available from: www.dinkesn.com [accessed at: 2 October 2011]      
                       3.       vivanews.com. (online). BahayaPerokokPasif 3 Kali PerokokAktif. Available from: kosmo.vivanews.com/news/read/69076-bahaya_perokok_pasif_3_kali_perokok_aktif [accessed at: 2 October 2011]      

Anak Jalanan, Tugas Siapa?

by : / 1112003037


Melanjutkan studi ke salah satu perguruan tinggi swasta di ibukota membuatku harus meninggalkan daerah asal dimana kutumbuh dan berkembang. Mengingat ini merupakan kali pertama menginjakkan kaki di Kota Jakarta, gambaran gemerlap dan sisi kelam kota metropolitan hanya sebatas teori yang kudengar dan lihat lewat media televisi. Selesai melakukan pencarian tempat tinggal “kos” yang akan ku tempati selama beberapa tahun kedepan, aku dan temanku yang juga akan kuliah di perguruan tinggi yang sama pulang dengan menaiki angkutan umum. Saat sedang duduk di bangku yang kosong berusaha melepas lelah, naik dua anak kecil dengan pakaiannya yang lusuh sambil memberikan sebuah amplop kecil pada penumpang, termasuk kepadaku. Sedangkan anak yang satunya lagi, memainkan gitarnya lalu bernyanyi dengan suara yang serak berusaha menghibur penumpang yang ada. Bagiku yang merupakan kali pertama menemukan hal seperti ini tentu saja muncul perasaan pilu. Anak sekecil itu melewati kerasnya kehidupan setiap hari sambil mencari sesuap nasi dengan bernyanyi kecil di tiap-tiap angkutan umum. Ini hanyalah satu gambaran kecil dari ribuan anak yang juga bernasib sama. Inilah hidup, dimana sebagian orang memang tidak memiliki pilihan untuk memilih.
Di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan kota-kota besar lainnya, hal semacam ini seakan sudah menjadi hal yang lumrah. Ambil saja contoh di Ibukota Negara kita, Kota Jakarta. Menemukan anak kecil maupun remaja dengan pakaian lusuh membawa gitar berkeliaran di jalan raya, bukanlah hal yang sulit. Bernyanyi sambil mengharapkan belas kasihan dari para pengguna jalan. Hingga muncullah istilah “Anak jalanan”.
Populasi anak jalanan di Indonesia kian meningkat. Data terakhir yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ada 154.861 jiwa (Generasiemas.org, 2011). Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA,2007) hampir separuhnya berada di Kota Jakarta. Sisanya tersebar di kota-kota besar seperti yang sudah disebutkan diatas dengan berbagai profesi seperti pengemis, pengamen, pemulung, penjaja koran dan berbagai profesi lain yang muncul akibat kebutuhan hidup yang semakin mendesak. Dimana kehidupan kanak-kanak mereka terpaksa direnggut oleh kerasnya kehidupan jalanan. Merasakan pendidikan dan kehidupan yang layak seakan dongeng sebelum tidur yang sepertinya tidak akan pernah mereka rasakan. Kalau difikirkan kembali, apakah hal yang menimpa mereka sudah menjadi suratan takdir yang harus mereka jalani dengan lapang dada, ataukah ada sesuatu yang salah dengan masyarakat dan segenap elemen pemerintahan sehingga hal ini terus menjadi masalah di setiap zaman yang tak pernah kunjung menemukan letak penyelesaian.
Berbicara soal hak asasi manusia (HAM) yang dideklarasikan berpuluh-puluh tahun yang lalu dan ditandai dengan munculnya organisasi United Nations (PBB) dimana HAM adalah hak setiap manusia. Menurut Yasni, Hak Asasi Manusia adalah “hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa” (2010:244). Hal ini pun jelas tercantum dalam konstitusi negara kita. Dalam pasal 28 B ayat 2 UUD 1945 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” (Yorozu.indosite.org, 2001). Munculnya fenomena anak jalanan yang menghabiskan hari-hari mereka di pinggiran jalan, perempatan lampu-lampu merah, di dalam bis kota, sambil mencari sesuap nasi membuat teori seakan kata sakral yang hanya tertulis di buku-buku pedoman. Hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hidup dan berkembang serta menikmati masa-masa kecil mereka dengan keceriaan tak pernah nyata.
Menanggapi permasalahan ini, mulai banyak bermunculan LSM yang terus berupaya untuk mengurangi angka ‘anak jalanan’ di negeri ini. Masyarakat yang peduli mencoba dengan berbagai cara untuk meningkatkan taraf hidup ’anak jalanan’. Tapi LSM yang ada dan jumlah dukungan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan banyaknya anak jalanan itu sendiri. Sebenarnya Bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila dan nilai-nilai luhur yang terkadung di dalamnya mampu mengatasi berbagai tantangan zaman andai saja segenap masyarakat mau menanamkan nilai-nilai itu ke dalam kehidupan mereka. Nilai kemanusiaan yang tercantum dalam sila kedua mengajarkan kita untuk selalu peduli pada sesama, sikap tenggang rasa, gemar melakukan nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusian yang lain. Namun dalam praktiknya, hanya sedikit yang mampu menanamkan nilai itu.
Lalu bagaimana dengan para pejabat dan orang-orang yang bergelut di pemerintahan? Sebagai orang-orang pilihan yang diberi kepercayaan untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa termasuk masalah anak jalanan tentu berbagai harapan terpaut dipundak mereka. Janji akan membangun dan memperbaiki taraf kehidupan segenap elemen masyarakat yang masih jauh dari kesejahteraan selalu dinanti. Namun apa yang terjadi saat ini? Dalam banyak kasus mereka malah menggunakan uang rakyat untuk berfoya-foya. Menggunakan ‘kedok’ studi banding ke luar negeri yang menghabiskan dana milyaran rupiah. Dana yang seharusnya lebih bermanfaat bila digunakan secara untuk membangun sekolah yang lebih layak, pengembangan program untuk mengatasi problematika anak jalanan atau membantu masyarakat miskin. Penyimpangan-penyimpangan di tingkat legislatif yang sebenarnya tidak boleh terjadi menjadi hal yang biasa layaknya fenomena anak jalanan.
Paham kapitalisme dimana orang yang memiliki kekuasaan akan semakin berkuasa sementara yang terlantar akan semakin melarat merebak. Kawasan epicentrum dengan segala kemewahan dan sarat akan kehidupan yang glamour. Juga apartemen mewah yang dihuni oleh mereka yang berduit begitu kontras dengan kehidupan masyarakat menteng atas yang mana masyarakatnya hidup dalam hiruk pikuk persaingan mencari penghasilan untuk melanjutkan hidup. Perbedaan jelas yang hanya dibatasi oleh sebuah tembok dan sebuah pintu kecil, pintu yang diberi nama ‘pintu surga neraka’ yang memang menggambarkan perbedaan itu.
Sudah sepantasnya pemerintah mulai menata kembali persoalan ini. Di dalam konstitusi negara kita sudah jelas tercantum bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” (Yorozu.indosite.org, 2001). Tapi anak jalanan itu tetap saja hidup dalam kemelaratan, tidur di tempat yang kumuh dan rentan akan berbagai penyakit. Alih-alih mendapatkan pendidikan yang layak, yang ada malah berkutat dengan bis kota untuk meneruskan hidup. Apa mental yang tercipta dari kehidupan seperti itu akan mampu membawa negara kita menjadi lebih baik di masa yang akan datang?
Kerja keras pemerintah tanpa dukungan dan bantuan dari segenap warga negara takkan memberikan hasil yang maksimal. Sebagai sebuah negara yang sudah melalui berbagai persoalan berat sejak sebelum kemerdekaan diraih hingga sekarang dengan berbagai keanekaragaman, tentu masalah ini juga dapat teratasi. Fenomena anak jalanan akan tetap ada sepanjang negara ini masih berdiri jika kita tetap tidak mau peduli. Mulailah dari sekarang. Lalu Indonesia akan menjadi lebih baik dari Indonesia saat ini.

Indonesia, Serpihan Surga Yang Jatuh Ke Bumi

by : / 1112003037


Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” (Kapanlagi.com, 2011)
Cuplikan lirik lagu diatas tentu sudah sangat familiar di telinga kita. Lagu yang dipopulerkan oleh Koes Plus dengan judul kolam susu menggambarkan betapa melimpah dan makmurnya kekayaan alam negeri ini. Ya,itulah Indonesia.
Indonesia adalah salah satu Negara dengan berbagai keanekaragamannya. Sumber daya alam yang melimpah dengan hasil tambang seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, emas, dan lain sebagainya. Letak astronomis dan geografis yang strategis , diapit oleh dua benua Asia dan Australia, dan 2 samudra, Pasifik dan Hindia sehingga menjadi pusat pelayaran dan perdagangan bangsa-bangsa asia dan eropa sejak dulu kala.
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau kurang lebih 13.000 yang akan terdeposit di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 2012, (Antaranews.com, 2011) dimana 70 persen berupa lautan luas dan 30 persen sisanya adalah daratan, terkandung jutaan species makhluk hidup flora dan fauna bahkan hingga ke spesies langka.
Indonesia yang membentang di sepanjang garis khatulistiwa, serta dilalui oleh rangkaian gunung api paling aktif di dunia menjadikan tanah Indonesia ibarat mesin yang siap menumbuhkan tanaman apa saja dengan mudahnya. Hutan hujan tropis yang menyumbang oksigen bagi penduduk dunia juga ada di Indonesia. Tidak hanya itu, sebagai Negara dengan penduduk terbanyak setelah Cina, India, dan Amerika, Indonesia kaya akan keanekaragaman etnik, suku, dan budaya. Dari sabang sampai merauke, semuanya memiliki ciri khasnya masing-masing, khazanah dan daya tarik tersendiri. Tidak hanya mengundang decak kagum dari penduduk asli, kekayaan ini juga mengundang bangsa asing untuk datang ke Indonesia. Hal yang kemudian mendorong pemerintah menjadikan beberapa tempat sebagai lambang dan daya tarik para wisatawan asing.
Pariwisata atau turisme adalah “suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia” (Wikipedia.org, 2011). Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Wikipedia.org, 2011). Berbagai Negara di dunia berlomba-lomba mencoba menarik perhatian para wisatawan dengan berbagai macam cara. Thailand dengan tema Amazing Thailand, Malaysia dengan  Malaysia Truly Asia, Singapura dengan Uniquely Singapore, atau Mesir dengan tema The gift of the sun (Ameliaday.wordpress.com, 2009). Upaya ini dilakukan untuk menambah Income atau pendapatan tiap Negara untuk membangun negaranya masing-masing. Lalu bagaimana dengan Negara kita yang keindahan alamnya sudah tidak diragukan lagi?
Mengusung tema “Wonderful Indonesia (Wonderful Nature, Wonderful Culture, Wonderful Food, Wonderful People and Wonderful Value for Money): Eco, Culture, and MICE” yang diresmikan pada tanggal 1 Januari 2011 oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kemenbudpar), Pemerintah Indonesia dalam rangka mempromosikan pariwisata Indonesia ke kancah dunia berharap agar target 7,7 juta wisatawan mancanegara akan datang berkunjung ke Indonesia. pendapatan Negara dari hasil sektor pariwisata tahun 2010 mencapai angka Rp7 triliun (Wartatv.com, 2010). Angka yang terbilang besar dan cukup menjanjikan ini akan sangat membantu Indonesia dalam membangun sektor perekonomian.
Namun sayangnya, tidak semua daerah di Indonesia yang juga memiliki potensi untuk menjadi salah satu tujuan wisata mendapatkan perhatian. Sebut saja Pantai Sawarna, Pantai yang terletak di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Lokasi yang berjarak 150 km dari Rangkasbitung (Ibu Kota Kabupaten Lebak) ini memiliki gelombang spektakuler yang sempurna bagi para pencinta olahraga selancar. Tidak heran, pantai yang dibuka untuk publik ini menjadi semacam surga baru bagi peselancar Australia, Jepang, dan Korea. Namun sayangnya, fasilitas yang tersedia tidak terpenuhi bahkan hanya untuk mendapatkan air bersih (Okezone.com, 2011). Selama ini, primadona penarik wisatawan mancanegara adalah Pulau Bali. Bahkan mereka lebih mengenal baik Pulau Bali ketimbang Indonesia itu sendiri. Hampir sebagian besar wisatawan asing yang datang ke Indonesia menjadikan Pulau Bali sebagai tujuan berlibur ataupun Kota Magelang dengan Candi Borobudurnya yang baru-baru ini dikunjungi oleh salah satu aktor kawakan Hollywood Richard Gere sebagai salah satu lokasi dalam perjalanan spiritualnya. Padahal Indonesia masih memiliki banyak kekayaan alam lain yang tidak terpublikasikan. Belum lagi budaya Indonesia lainnya mulai dari makanan, rumah adat, tarian daerah hingga pakaian batik. Sangat disayangkan bila hal ini terus terjadi. Lantas apa alasan ketidaktahuan mereka? Apa karena mereka memang tidak ingin tahu atau karena sikap kita yang tidak mau peduli pada kemajuan bangsa kita sendiri.
Masih ingat dengan kejadian iklan pariwisata Malaysia yang memasukkan tari pendet ke dalam salah satu budaya daya tarik mereka? Dimana iklan tersebut menampilkan keunikan dan keanekaragam cultural Negara Malaysia untuk menarik wisatawan asing. Kita meradang dan marah sampai sedemikian rupa. Menjelek-jelekkan Malaysia, ikut demo sana-sini, bakar bendera Malaysia, posting blog hinaan dan kecaman terhadap tindakan mereka. Seperti cacing kepanasan disiang bolong. Memang tindakan mereka tidak bisa dibenarkan. Tetapi, kalau kembali ke saat sebelum kejadian promosi Malaysia tehadap tari pendet dipublikasikan, seberapa banyak bangsa kita yang tahu dengan kesenian tari pendet? Barulah setelah kejadian itu, tari pendet diperkenalkan di mana-mana. Sama halnya dengan kasus batik dimana Malaysia lagi-lagi mengklaim batik sebagai warisan budaya mereka, barulah kita ‘kelimpungan’ bolak- balik ke PBB untuk mengurus batik sebagai warisan budaya Indonesia hingga muncullah hari batik nasional. Contoh kecil dari gambaran ketidakpedulian kita. Kita ini seperti pahlawan kesiangan yang baru bertindak setelah segala hal terjadi.
Ketimbang melestarikan budaya sendiri, kita malah asik mengadopsi budaya luar. Kesenian daerah ditinggalkan dan diganti oleh pola dan gaya hidup bangsa asing hingga melupakan identitas nasional. Contoh nyata yang dapat kita lihat adalah fenomena boyband atau girlband yang sedang merebak dikalangan para remaja. Kesenian yang mengadopsi budaya barat dan korea dengan gaya hidup yang glamour lebih digandrungi atau fenomena gameonline yang kini mulai menggusur permainan tradisional anak-anak zaman dulu. Kekayaan Indonesia yang beranekaragam akan semakin luntur digerus zaman bila generasi penerus zaman tidak ingin mengenal budaya mereka sendiri. Pengaruh globalisasi yang tidak dapat ditolak memungkinkan segalanya. Bila hal ini terus terjadi, lalu akan kemanakah identitas bangsa? Renungkanlah.

Berbangsa dan Berbudaya Dalam Korupsi

by : / 1112003037

TOPIK : Sistem Politik, Pemerintahan, dan Pemerintahan Daerah
Sejarah panjang yang mengisahkan betapa hebat dan besarnya Indonesia bahkan sejak zaman kerajaan masih berdiri menjadi cerita yang melekat di seluruh benak bangsa Indonesia. Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Indonesia saat ini ditambah dengan semenanjung malaya dan Patih Gajah Mada yang diangkat sebagai “Pahlawan Nasional” atas sumpah palapa dan gagasannya untuk mempersatukan nusantara. Terlepas dari Tragedi Bubat yang menjadi penyebab gugurnya Prabu Sri Baduga Maharaja, raja Kerajaan Sunda yang sebenarnya menjadi luka tersendiri untuk beberapa daerah tertentu. Lalu Kerajaan Sriwijaya yang sempat menjadi pusat perdagangan utama di Asia Tenggara setelah melakukan ekspansi ke pulau Jawa dan Semenanjung Malaya. Belum lagi kerajaan-kerajaan lain yang berjaya pada masanya. Kejayaan masa lalu yang sebenarnya dibalik itu terdapat satu peninggalan buruk yang terus kita lakukan, perilaku haus akan kekuasaan.
Bila ditelusuri kembali runtuhnya kerajaan majapahit yang diakibatkan oleh perebutan kekuasaan antara putra mahkota hingga berujung pada perang saudara, pola yang sama yang mengiringi keruntuhan hampir semua kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia, peninggalan itu berakar dan terus berlanjut hingga saat ini. Rezim pemerintahan Soekarno yang menggunakan kata demokrasi terpimpin dalam pemerintahannya mengacu pada pemerintahan yang absolute. Pembubaran Dewan konstituante dan DPR-RI hasil pemilu 1955 yang dipilih secara demokratis lalu digantikan dengan DPR-GR yang anggotanya dipilih langsung oleh Soekarno dengan alasan konstituante tidak melaksanakan tuganya dengan baik. Membungkus konsep kerajaan dalam istilah demokrasi dengan begitu rapi.
Sistem korupsi kemudian berkembang dengan pesat di masa pemerintahan Soeharto. Penetapan gaji pegawai negeri sipil yang rendah membuat mereka berfikir untuk melakukan tindakan korupsi demi mendapatkan pendapatan lebih hingga muncullah istilah korupsi berjamaah. “Tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi” (Klitgaard, R.2005:31). Suatu hal yang sangat mengherankan adalah ketika Indonesia saat itu dikatakan memiliki perekonomian yang sangat kuat dan dipuji-puji oleh dunia Internasional hingga dijuluki “Macan Asia” padahal korupsi terjadi di mana-mana. Inflasi diawal pemerintahan Soeharto pasca pemerintahan Soekarno yang mencapai 650% pertahun turun hingga dibawah 15% pertahun. Bayangkan bila saat itu segenap jajaran birokrasi pemerintahan menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila, mengabaikan kepentingan pribadi demi kesejahteraan sosial, Indonesia akan mampu menjadi lebih dari saat ini. Krisis tahun 1970-an ketika harga minyak melambung tinggi tidak mampu membangun perekonomian mengingat indonesia sebagai salah satu penghasil minyak bumi. Berkuasa selama 32 tahun membuat budaya korupsi peninggalan Soeharto menjadi ilmu terapan yang dipraktekkan hingga saat ini.
Gerakan kedaerahan yang muncul belakangan  adalah reaksi nyata masyarakat akan tindakan pemerintah yang tidak berpihak pada kesejahteraan sosial. Gerakan Aceh Merdeka, lalu Papua Merdeka hingga berujung pada Timor-Timor yang kini memerdekakan diri lepas dari Republik Indonesia menjadi bukti buruknya penerapan demokrasi yang dianut Indonesia. Daerah hanya dijadikan ladang untuk mengeruk keuntungan bagi pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Uang terus mengalir ke kantong penguasa sementara masyarakat menangis darah menuntut keadilan. Contoh nyata yang terjadi adalah bagaimana tragisnya kehidupan masyarakat papua, menjadi daerah paling tertinggal dan jauh dari pembangunan padahal daerah mereka adalah penghasil emas yang menghasilkan keuntungan hingga triliunan rupiah per tahunnya. Tidak heran apabila mereka juga berfikir untuk merdeka mengikuti jejak Timor-Timor mengingat tidak adanya wujud tindak lanjut dan kepedulian dari pemerintah pusat.
Menjawab permasalahan yang bersifat kedaerahan, lahirlah gagasan otonomi daerah dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Terdengar seperti pemecahan masalah, namun timbul permasalahan baru. Otonomi dijadikan ajang korupsi tingkat daerah bagi penguasa daerah. Kembali ke masalah pembangunan di papua, pemerintah pusat memberikan anggaran tertinggi untuk wilayah ini dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Belum lagi bantuan khusus dari negara lain seperti New Zealand untuk membantu penanggulangan AIDS di papua. Tapi kenyataan di lapangan tidak memberikan hasil yang memuaskan meskipun dalam data terakhir menyebutkan adanya penurunan angka kemiskinan sebesar 2%. (BPS Provinsi Papua, 2011)
Posisi di dalam pemerintahan menjadi tempat yang menggiurkan bagi mereka yang ingin mendapatkan kekayaan secara instan. Paradigma baru yang meracuni pemikiran masyarakat. Dalam banyak kasus yang terjadi, setiap kegiatan pemilihan umum baik tingkat daerah maupun skala nasional selalu menghabiskan dana yang tidak sedikit bagi para calon pejabat. Mereka tidak segan-segan meminta pinjaman ataupun menggadaikan barang-barang berharga demi mendapatkan jabatan sesuai yang diinginkan. Padahal bila dilihat secara nyata, gaji yang akan mereka peroleh ketika menduduki jabatatan itu tidak akan sebanding dengan apa yang  telah mereka keluarkan saat kampanye. Tidak sedikit dari mereka kemudian berfikir untuk  melakukan penyimpangan dana. Kepentingan pribadi tanpa memikirkan kesejahteraan sosial masyarakat membuat segelintir orang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Ketika amanat dijadikan lahan untuk mendapatkan keuntungan, hancurlah moral dan keutuhan suatu bangsa.
Membudayanya tindak korupsi bukan berarti hal itu lantas tidak dapat dibasmi meskipun tidak secara utuh. Berbagai negara seperti Cina, Filipina maupun Hong Kong menerapkan kebijakan-kebijakan khusus dalam upaya pemberantasan korupsi. Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir tahun 2003 silam menjadi era baru penegakan hukum di Indonesia meskipun saat ini kinerja dan akuntabilitasnya diragukan. Ibarat pisau yang hanya tajam kebawah namun tumpul keatas. Beberapa kasus besar seperti kasus Bank Century yang menyeret pejabat-pejabat tinggi pemerintahan seakan hilang ditelan bumi tanpa akhir yang jelas. Menindak tegas setiap pelanggaran yang telah terbukti bersalah tanpa memandang posisi dan jabatan adalah langkah yang harus dilakukan. Ketika suatu aturan dapat ditegakkan sebagaimana mestinya, penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi dapat dikurangi.
Efek jera harus ditekankan semaksimal mungkin sehingga pemikiran untuk melakukan atau mencontoh tindakan yang sama tidak akan terulang. Pelaksanaan efek jera tidak harus dengan hukuman mati, pembayaran denda atau dengan hukuman penjara. Menghukum pejabat tinggi yang telah terbiasa dengan kemewahan dapat juga ditambah dengan hukuman  untuk membersihkan tempat-tempat umum yang dapat disaksikan langsung oleh masyarakat umum untuk memberikan rasa malu. Terkadang hukum yang berlaku dimasyarakat cukup efektif dalam memberlakukan efek jera. Membenahi sistem birokrasi dan efisiensi terhadap jumlah pegawai yang bekerja di semua sektor pemerintahan juga perlu dilakukan. Trasnparansi dalam menyelidiki semua aset kekayan yang diperoleh oleh segenap jajaran pegawai pemerintahan juga merupakan langkah untuk mencegah tindak pidana korupsi. Dengan begitu, sumber dana yang tidak jelas asal usulnya bisa segera diketahui.
Referensi:
Ann Elliott, Kimberly. (1999). Korupsi dan Ekonomi Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Hartanti, Evi. (2005). Tindak Pidana Korupsi. Semarang: Sinar Grafika
Klitgaard, Robert. (2005). Membasmi Korupsi. Jakarta: YayasanOobor Indonesia
M.D.,Saginum. (1986). Peningalan Sejarah Tertua Kita. Jakarta: Cv Haji Masagung
Rosidi, Ajip. (2005). Korupsi dan Kebudayaan. Bandung: pustaka jaya
Setyawati, Deni. (2008). KPK Pemburu Koruptor. Yogyakarta: Pustaka Timur