Rabu, 11 Januari 2012

Indonesia, Serpihan Surga Yang Jatuh Ke Bumi

by : / 1112003037


Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiada topan kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” (Kapanlagi.com, 2011)
Cuplikan lirik lagu diatas tentu sudah sangat familiar di telinga kita. Lagu yang dipopulerkan oleh Koes Plus dengan judul kolam susu menggambarkan betapa melimpah dan makmurnya kekayaan alam negeri ini. Ya,itulah Indonesia.
Indonesia adalah salah satu Negara dengan berbagai keanekaragamannya. Sumber daya alam yang melimpah dengan hasil tambang seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, emas, dan lain sebagainya. Letak astronomis dan geografis yang strategis , diapit oleh dua benua Asia dan Australia, dan 2 samudra, Pasifik dan Hindia sehingga menjadi pusat pelayaran dan perdagangan bangsa-bangsa asia dan eropa sejak dulu kala.
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau kurang lebih 13.000 yang akan terdeposit di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 2012, (Antaranews.com, 2011) dimana 70 persen berupa lautan luas dan 30 persen sisanya adalah daratan, terkandung jutaan species makhluk hidup flora dan fauna bahkan hingga ke spesies langka.
Indonesia yang membentang di sepanjang garis khatulistiwa, serta dilalui oleh rangkaian gunung api paling aktif di dunia menjadikan tanah Indonesia ibarat mesin yang siap menumbuhkan tanaman apa saja dengan mudahnya. Hutan hujan tropis yang menyumbang oksigen bagi penduduk dunia juga ada di Indonesia. Tidak hanya itu, sebagai Negara dengan penduduk terbanyak setelah Cina, India, dan Amerika, Indonesia kaya akan keanekaragaman etnik, suku, dan budaya. Dari sabang sampai merauke, semuanya memiliki ciri khasnya masing-masing, khazanah dan daya tarik tersendiri. Tidak hanya mengundang decak kagum dari penduduk asli, kekayaan ini juga mengundang bangsa asing untuk datang ke Indonesia. Hal yang kemudian mendorong pemerintah menjadikan beberapa tempat sebagai lambang dan daya tarik para wisatawan asing.
Pariwisata atau turisme adalah “suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia” (Wikipedia.org, 2011). Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Wikipedia.org, 2011). Berbagai Negara di dunia berlomba-lomba mencoba menarik perhatian para wisatawan dengan berbagai macam cara. Thailand dengan tema Amazing Thailand, Malaysia dengan  Malaysia Truly Asia, Singapura dengan Uniquely Singapore, atau Mesir dengan tema The gift of the sun (Ameliaday.wordpress.com, 2009). Upaya ini dilakukan untuk menambah Income atau pendapatan tiap Negara untuk membangun negaranya masing-masing. Lalu bagaimana dengan Negara kita yang keindahan alamnya sudah tidak diragukan lagi?
Mengusung tema “Wonderful Indonesia (Wonderful Nature, Wonderful Culture, Wonderful Food, Wonderful People and Wonderful Value for Money): Eco, Culture, and MICE” yang diresmikan pada tanggal 1 Januari 2011 oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kemenbudpar), Pemerintah Indonesia dalam rangka mempromosikan pariwisata Indonesia ke kancah dunia berharap agar target 7,7 juta wisatawan mancanegara akan datang berkunjung ke Indonesia. pendapatan Negara dari hasil sektor pariwisata tahun 2010 mencapai angka Rp7 triliun (Wartatv.com, 2010). Angka yang terbilang besar dan cukup menjanjikan ini akan sangat membantu Indonesia dalam membangun sektor perekonomian.
Namun sayangnya, tidak semua daerah di Indonesia yang juga memiliki potensi untuk menjadi salah satu tujuan wisata mendapatkan perhatian. Sebut saja Pantai Sawarna, Pantai yang terletak di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Lokasi yang berjarak 150 km dari Rangkasbitung (Ibu Kota Kabupaten Lebak) ini memiliki gelombang spektakuler yang sempurna bagi para pencinta olahraga selancar. Tidak heran, pantai yang dibuka untuk publik ini menjadi semacam surga baru bagi peselancar Australia, Jepang, dan Korea. Namun sayangnya, fasilitas yang tersedia tidak terpenuhi bahkan hanya untuk mendapatkan air bersih (Okezone.com, 2011). Selama ini, primadona penarik wisatawan mancanegara adalah Pulau Bali. Bahkan mereka lebih mengenal baik Pulau Bali ketimbang Indonesia itu sendiri. Hampir sebagian besar wisatawan asing yang datang ke Indonesia menjadikan Pulau Bali sebagai tujuan berlibur ataupun Kota Magelang dengan Candi Borobudurnya yang baru-baru ini dikunjungi oleh salah satu aktor kawakan Hollywood Richard Gere sebagai salah satu lokasi dalam perjalanan spiritualnya. Padahal Indonesia masih memiliki banyak kekayaan alam lain yang tidak terpublikasikan. Belum lagi budaya Indonesia lainnya mulai dari makanan, rumah adat, tarian daerah hingga pakaian batik. Sangat disayangkan bila hal ini terus terjadi. Lantas apa alasan ketidaktahuan mereka? Apa karena mereka memang tidak ingin tahu atau karena sikap kita yang tidak mau peduli pada kemajuan bangsa kita sendiri.
Masih ingat dengan kejadian iklan pariwisata Malaysia yang memasukkan tari pendet ke dalam salah satu budaya daya tarik mereka? Dimana iklan tersebut menampilkan keunikan dan keanekaragam cultural Negara Malaysia untuk menarik wisatawan asing. Kita meradang dan marah sampai sedemikian rupa. Menjelek-jelekkan Malaysia, ikut demo sana-sini, bakar bendera Malaysia, posting blog hinaan dan kecaman terhadap tindakan mereka. Seperti cacing kepanasan disiang bolong. Memang tindakan mereka tidak bisa dibenarkan. Tetapi, kalau kembali ke saat sebelum kejadian promosi Malaysia tehadap tari pendet dipublikasikan, seberapa banyak bangsa kita yang tahu dengan kesenian tari pendet? Barulah setelah kejadian itu, tari pendet diperkenalkan di mana-mana. Sama halnya dengan kasus batik dimana Malaysia lagi-lagi mengklaim batik sebagai warisan budaya mereka, barulah kita ‘kelimpungan’ bolak- balik ke PBB untuk mengurus batik sebagai warisan budaya Indonesia hingga muncullah hari batik nasional. Contoh kecil dari gambaran ketidakpedulian kita. Kita ini seperti pahlawan kesiangan yang baru bertindak setelah segala hal terjadi.
Ketimbang melestarikan budaya sendiri, kita malah asik mengadopsi budaya luar. Kesenian daerah ditinggalkan dan diganti oleh pola dan gaya hidup bangsa asing hingga melupakan identitas nasional. Contoh nyata yang dapat kita lihat adalah fenomena boyband atau girlband yang sedang merebak dikalangan para remaja. Kesenian yang mengadopsi budaya barat dan korea dengan gaya hidup yang glamour lebih digandrungi atau fenomena gameonline yang kini mulai menggusur permainan tradisional anak-anak zaman dulu. Kekayaan Indonesia yang beranekaragam akan semakin luntur digerus zaman bila generasi penerus zaman tidak ingin mengenal budaya mereka sendiri. Pengaruh globalisasi yang tidak dapat ditolak memungkinkan segalanya. Bila hal ini terus terjadi, lalu akan kemanakah identitas bangsa? Renungkanlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar