Rabu, 11 Januari 2012

REFLEKSI PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA

  by :


  MERDEKA! Ya, merdeka! Indonesia adalah sebuah negara yang merdeka, baik secara de jure maupun de facto. Sejak 66 tahun silam bangsa Indonesia telah menyatakan diri bebas dari penjajahan dan memulai kehidupan barunya sebagai bangsa yang merdeka. Dalam keadaan yang kritis Indonesia berusaha bangkit, menyatukan puing-puing yang tersisa dari pergulatan panjang melawan para penjajah.  Maka lahirlah Indonesia yang baru, bersatu dibawah payung yang sama: PANCASILA.



                Materi yang akan saya kupas adalah mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Fokus pembahasannya  adalah pelaksanaan HAM di Indonesia setelah kemerdekaan. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Sedangkan menurut Yasni, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa (2010: 224). Bisa disimpulkan bahwa setiap manusia memiliki hak-hak dalam diri mereka sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh dirampas namun harus dijaga dan dilindungi.
                Sebagai negara yang pernah merasakan kesengsaraan dan penderitaan atas penjajahan selama berabad-abad, Indonesia lahir sebagai negara yang menghargai hak asasi manusia. Hal ini terbukti sebagaimana tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yang menentang segala bentuk penjajahan. Selain itu dalam batang tubuh UUD 1945 juga memuat beberapa pasal yang berhubungan dengan HAM yaitu pasal 27 ayat 1 dan 2, pasal 28, pasal 29 ayat 1, dan pasal 33. Selain itu wujud penghormatan terhadap HAM juga tertuang dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan beberapa perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
                Pembentukan undang-undang maupun instansi yang menangani permasalahan HAM penting dilakukan mengingat banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM. Meskipun Indonesia telah merdeka, pelanggaran HAM masih terus terjadi dan menjadi momok yang menakutkan bagi kehidupan berbangsa. Karenanya, pemerintah berkewajiban memberi perlindungan maksimal terhadap masyarakat demi terciptanya stabilitas nasional dan rasa aman bagi tiap-tiap individu.
                Masa orde baru merupakan masa dimana HAM samasekali diabaikan oleh penguasa. Berikut adalah contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto:
a.       Penangkapan dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa berdasarkan hukum.
b.      Pengeterapan budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang dianggap ekstrim yang dinilai oleh pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan kelangsungan pembangunan.
c.       Pembungkaman kebebasan pers dengan cara pencabutan SIUP, khususnya terhadap pers yang dinilai mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan dalih mengganggu stabilitas keamanan.
d.      Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat luas terhadap pemerintah, karena takut dicurigai sebagai oknum pengganggu stabilitas atau oposan pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman demikian ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
e.      Pembatasan hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat, karena dikhawatirkan akan menjadi oposan terhadap pemerintah (lfip.org, 2003).
                Bukti adanya pelanggaran HAM di Indonesia bukan hanya terjadi di masa orde baru, namun hingga kini pelanggaran masih terus saja terjadi. Kasus-kasus ini dapat dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, atau bahkan aparat pemerintah. Pembunuhan, penganiayaan,  penculikan, pemerkosaan, pengusiran, hilangnya mata pencaharian, hilangnya rasa aman, dan lain-lain merupakan beberapa contoh kasus yang semakin hari justru kian bertambah. Belum lagi kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada kaum perempuan, seperti kekerasan seksual, pelecehan seksual, diskriminasi dalam lapangan pekerjaan, dan perdagangan wanita. Bahkan anak-anak pun ikut merasakan hal serupa melalui kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, pelecehan seksual, penganiayaan, dan eksploitasi anak (mempekerjakan anak di bawah umur).
                Belum terlaksananya supremasi hukum di Indonesia juga telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM. Bentuk-bentuk pelanggaran ini sangat dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi rakyat kecil. Perbedaan antara rakyat kecil, masyarakat kelas atas, dan petinggi negara sangat jelas terlihat jika menyangkut hukum. Hal ini menyebabkan ketidakadilan bagi rakyat dan memberikan efek negatif dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh adalah terjadinya main hakim sendiri akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap perangkat hukum.
                Usaha pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini telah dilakukan melalui beberapa kebijakan, khususnya dengan mendirikan instansi yang menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Salah satu instansi yang paling dikenal masyarakat adalah Komnas HAM. Sejak didirikan hingga sekarang, daftar laporan kasus pelanggaran HAM yang masuk ke Komnas HAM sangat banyak dan terus bertamabah setiap waktu. Hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat.
                Sayangnya, Komnas HAM belum menunjukkan progres yang signifikan. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus yang masuk namun belum terselesaikan. Bahkan ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa orde baru yang belum memasuki proses hukum samasekali. Akibatnya, masyarakat mulai meragukan dan mempertanyakan kinerja instansi ini. Jika hal ini dibiarkan, maka badan-badan hukum maupun instansi yang menangani permasalahan HAM ini hanya akan menjadi sarana publik yang tidak membantu samasekali.
                Untuk menyelesaikan permasalahan ini perlu dilakukan beberapa tindakan seperti menegakkan supremasi hukum, menyelesaikan konflik vertikal dan horizontal yang mengakibatkan kekerasan fisik, memberikan perlindungan lebih terhadap hak-hak anak dan perempuan, dan menegakkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Evaluasi terhadap kinerja instansi perlindungan HAM juga perlu dilakukan agar dapat memaksimalkan penyelesaian pelbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi, sehingga masyarakat dapat menanam kembali kepercayaan mereka terhadap pemerintah. Selain itu harus dilakukan pengawasan secara berkelanjutan terhadap pelaksanaan perlindungan HAM di Indonesia.
                Isu mengenai HAM telah lama berkembang di masyarakat internasional. Seiring dengan itu, dorongan untuk menghargai dan melindungi pelaksanaan HAM semakin gencar dilakukan di berbagai negara. Indonesia juga masuk ke dalam daftar negara-negara tersebut, akan tetapi kenyataannya sangat sulit bagi bangsa ini untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, berbagai upaya penyelesaian permasalahan HAM dan kasus-kasus pelanggaran yang terus terjadi harus mendapat dukungan dari tokoh masyarakat, polisi, pemerintah, pers, dan seluruh bangsa Indonesia. Kita harus berpartisipasi secara aktif dan terjun langsung dalam operasi yang dijalankan pemerintah. Mulailah dari diri sendiri, karena sesuatu yang besar tidak akan terjadi tanpa diawali dengan sesuatu yang kecil.

SUMBER :
Shvoong.(2010). Pengertian HakAsasi Manusia Menurut Para Ahli. [online]. Available from:   http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2072842-pengertian-hak-asasi-manusia-menurut/#ixzz1apZAEbxd. [Accessed at 16 October 2011]

Ifip.(2003). Praktik-praktik Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. [online]. Availablefrom:
http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Praktek%20pelanggaran%20ham%20-%20susno%20duaji.pdf [Accessed at 25 October 2011]

Yasni, Sedarwati. (2010). Citizenship. Bogor. Penerbit Media Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar